Looking For Anything Specific?

Header Ads

LINDUNGI BUMI KITA



Bumi, sebagai istana terbesar dalam hidup kita semakin hari semakin menunjukkan kelemahan dan kerapuhannya. Rupanya alam kita sedang bermasalah, dan ini menimbulkan akibat jangka panjang yang terkadang tidak dapat kita prediksi sebelumnya. Banyak pihak seperti tokoh agama, peramal, ahli geologi, BMG, ataupun para ilmuwan mengatakan mengatakan bahwa planet bumi sedang berjalan menuju kehancuran. Entah dari mana sumber prediksi mereka, namun pada intinya tanda-tanda kiamat kecil telah terjadi di berbagai belahan dunia. Bumi, tempat tinggal kita tidak pernah diciptakan untuk abadi. Matahari sebagai sumber kehidupan bukanlah bulatan cahaya yang memancarkan energi abadi. Setiap hari, setiap detik, energinya berkurang. Suatu saat energi itu akan habis, dan kehidupan musnah.

“Stop Global Warming”. Kata inilah yang saat ini sedang marak-maraknya digemborkan masyarakat untuk saling menyadarkan bahwa pemanasan global yang terjadi di bumi ini telah dan akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi seluruh makhluk yang hidup di dalamnya. Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia – yang terjadi pada kisaran 1,5–40 Celcius pada akhir abad 21. Efek rumah kaca itu sendiri, seharusnya merupakan efek yang alamiah untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada temperatur normal, sekitar 30°C. Jika tidak, tentu saja tidak akan ada kehidupan di muka Bumi ini.

Lalu, siapa yang benarnya menyebabkan terjadinya efek rumah kaca ini? Perlu kerja-sama internasional untuk bisa mengatakan bahwa memang manusia-lah yang menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global. Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 2007, menunjukkan bahwa secara rata-rata global aktivitas manusia semenjak 1750 menyebabkan adanya pemanasan. Perubahan kelimpahan gas rumah kaca dan aerosol akibat radiasi Matahari dan keseluruhan permukaan Bumi mempengaruhi keseimbangan energi sistem iklim. Dalam besaran yang dinyatakan sebagai Radiative Forcing sebagai alat ukur apakah iklim global menjadi panas atau dingin (warna merah menyatakan nilai positif atau menyebabkan menjadi lebih hangat, dan biru kebalikannya), maka ditemukan bahwa akibat kegiatan manusia-lah (antropogenik) yang menjadi pendorong utama terjadinya pemanasan global.

Berbagai sektor yang memberikan kontribusi besar terhadap perubahan iklim secara berturut-turut adalah fungsi lahan, energi (termasuk transportasi, listrik, dan industri), sampah, serta pertanian. Konsumsi dan gaya hidup masyarakat di kota-kota besar membuat sektor-sektor ini berupaya memenuhi kebutuhan mereka. Namun, yang merasakan dampak dari terjadinya perubahan iklim adalah masyarakat golongan ekonomi ke bawah dan masyarakat yang tinggal di pesisir pantai. Hal ini merupakan ketidak adilan sosial yang diakibatkan perubahan iklim. Oleh karena itu, kesadaran untuk menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan harus segera dilakukan guna menjaga kadar gas rumah kaca di atmosfer.

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, banjir dan kekeringan terjadi secara bersamaan, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dampak global warming yang nyata di Indonesia adalah perubahan iklim. Dalam prosesnya, perubahan iklim terjadi sangat lamban sehingga dampaknya tak langsung dirasakan saat ini, namun akan terasa bagi generasi mendatang. Dan ketika perubahan iklim telah terjadi, tak satu upaya pun yang dapat dilakukan untuk mengembalikan kondisi ke keadaan semula. Karena itu, global warming merupakan masalah yang harus segera ditangani.

Menanggapi hal tersebut, kini kiranya kita sebagai umat manusia di bumi ini menyadari akan keadaan buruk yang menimpa rumah hidup kita dengan menanamkan prinsip “Stop Global Warming” kepada para generasi muda yang nantinya akan hidup di masa depan. Edukasi dan inovasi kehidupan perlu kita lakukan agar pemanasan global setidaknya dapat berkurang dengan mulai mencintai lingkungan alam yang ada di sekitar kita. Pemerintah kita rupanya juga telah menerapkan prinsip ini dengan berusaha menurunkan angka tingkat emisi hingga 26 persen. Hal ini tentunya sesuai dengan dampak perubahan iklim serta pemanasan global yang semakin berat dirasakan oleh jutaan umat di dunia. Selain itu, pemerintah juga akan melakukan pengolahan limbah industri dan efisiensi energi baru untuk mengurangi dampak global warming. Untuk kita sendiri, secara sederhana dapat memulainya dengan menanam pohon disekitar tempat tinggal, setidaknya hal tersebut dapat menyerap Karbondioksida berlebih dan menghasilkan Oksigen agar dapat menciptakan udara yang sejuk dan menenangkan di lingkungan hidup kita.


Posting Komentar

0 Komentar